Apoptosis (dari bahasa Yunaniapo = "dari" dan ptosis = "jatuh") adalah mekanisme biologi yang merupakan salah satu jenis kematian sel terprogram.[1] Apoptosis digunakan oleh organisme multisel untuk membuang sel yang sudah tidak diperlukan oleh tubuh.[1] Apoptosis berbeda dengan nekrosis dan piroptosis.[2] Apoptosis pada umumnya berlangsung seumur hidup dan bersifat menguntungkan bagi tubuh, sedangkan nekrosis adalah kematian sel yang disebabkan oleh kerusakan sel secara akut; dan proptosis adalah kematian sel terprogram yang terjadi pada infeksi patogen intraseluler dan menimbulkan inflamasi.[2] Contoh nyata dari keuntungan apoptosis adalah pemisahan jari pada embrio.[3] Apoptosis yang dialami oleh sel-sel yang terletak di antara jari menyebabkan masing-masing jari menjadi terpisah satu sama lain.[3] Bila sel kehilangan kemampuan melakukan apoptosis maka sel tersebut dapat membelah secara tak terbatas dan akhirnya menjadi kanker.[4]
Pada organisme dewasa, jumlah sel dalam suatu organ atau jaringan harus bersifat konstan pada rentang tertentu. Sel darah dan kulit, misalnya, selalu diperbarui dengan pembelahan diri sel-sel progenitornya, tetapi pembelahan diri tersebut harus dikompensasikan dengan kematian sel yang tua.[9]
Diperkirakan 10 miliar sel mati setiap harinya karena apoptosis pada manusia dewasa.[10] Keseimbangan (homeostasis) tercapai ketika kecepatan mitosis (pembelahan sel) pada jaringan yang disamai oleh kematian sel.[9] Bila keseimbangan ini terganggu, salah satu dari hal berikut ini akan terjadi: bila kecepatan pembelahan sel lebih tinggi daripada kecepatan kematian sel, akan terbentuk tumor. Bila kecepatan pembelahan sel lebih rendah daripada kecepatan kematian sel, akan terjadi penyakit karena kekurangan sel. Kedua keadaan tersebut dapat bersifat fatal atau sangat merusak.
Regulasi sistem imun
Sel B dan sel T adalah pelaku utama pertahanan tubuh terhadap zat asing yang dapat menginfeksi tubuh, maupun terhadap sel-sel dari tubuh sendiri yang mengalami perubahan menjadi ganas. Dalam melakukan tugasnya, sel B dan T harus memiliki kemampuan untuk membedakan antara "milik sendiri" (self) dari "milik asing" (non-self), dan antara antigen "sehat" dan "tidak sehat".[11] "Sel T pembunuh" (killer T cells) menjadi aktif saat terpapar potongan-potongan protein yang tidak sempurna (misalnya karena mutasi), atau terpapar antigen asing karena adanya infeksi virus. Setelah sel T menjadi aktif, sel-sel tersebut bermigrasi keluar dari nodus limfa untuk menemukan dan mengenali sel-sel yang tidak sempurna atau terinfeksi, dan merangsang sel-sel tersebut melakukan kematian sel terprogram.[12]
Proses apoptosis
Secara morfologi
Sel yang mengalami apoptosis menunjukkan morfologi unik yang dapat dilihat menggunakan mikroskop[butuh rujukan]:
Sel terlihat membulat. Hal itu terjadi karena struktur protein yang menyusun cytoskeleton mengalami pemotongan oleh peptidase yang dikenal sebagai caspase. Caspase diaktivasi oleh mekanisme sel itu sendiri.
Sel pecah menjadi beberapa bagian yang disebut badan apoptosis, yang kemudian difagositosis.
Uji laboratorium untuk apoptosis
Penilaian apoptosis dapat dilakukan melalui berbagai uji sebagai berikut: uji TUNEL, uji caspase, uji Annexin, dan DNA laddering. Pada uji TUNEL (terminal transferase mediated dUTP-biotin nick end labelling) mendasarkan pada keadaan inti sel yang terfragmentasi.[10]
Referensi
^ abElmore S, 2007, Apoptosis: a review of programmed cell death. Toxicol Pathol. 35(4):495-516.