Kesultanan Aceh

Kerajaan Aceh Darussalam
Acèh Darussalam
كاورجاون اچيه دارالسلام

1496–1903
Bendera Aceh
Alam Peudeung Mirah
Luas Kesultanan Aceh pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1608–1637)
StatusWilayah protektorat Kesultanan Utsmaniyah (1569–1903)
Ibu kotaBanda Aceh
Bahasa yang umum digunakanAceh, Melayu Tinggi, Arab, Gayo, Alas, Kluet, Minang
Agama
Islam Sunni
PemerintahanMonarki
Sultan 
• 1496–1530
Ali Mughayat Syah
• 1875–1903
Muhammad Daud Syah dari Aceh
Sejarah 
• Pengukuhan sultan pertama
1496
1903
Mata uangdeureuham dan dinar
Didahului oleh
Digantikan oleh
kslKesultanan
Lamuri
kslKesultanan
Samudera Pasai
Hindia Belanda
Sekarang bagian dari Indonesia
 Malaysia
 Singapura
 Thailand
Sunting kotak info
Sunting kotak info • Lihat • Bicara
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini


Kesultanan Aceh Darussalam (Aceh: Acèh Darussalam; Jawoë: كاورجاون اچيه دارالسلام) merupakan sebuah kerajaan Islam yang pernah berdiri di provinsi Aceh, Indonesia. Kesultanan Aceh terletak di utara pulau Sumatra dengan ibu kota Banda Aceh Darussalam dengan sultan pertamanya adalah Sultan Ali Mughayat Syah yang dinobatkan pada Ahad, 1 Jumadil awal 913 H atau pada tanggal 8 September 1507. Dalam sejarahnya yang panjang itu (14961903), Aceh mengembangkan pola dan sistem pendidikan militer, berkomitmen dalam menentang imperialisme bangsa Eropa, memiliki sistem pemerintahan yang teratur dan sistematik, mewujudkan pusat-pusat pengkajian ilmu pengetahuan, dan menjalin hubungan diplomatik dengan negara lain.[1]

Sejarah

Awal mula

Kesultanan Aceh didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syah pada tahun 1496. Pada awalnya kerajaan ini berdiri atas wilayah Kerajaan Lamuri, kemudian menundukan dan menyatukan beberapa wilayah kerajaan sekitarnya mencakup Daya, Pedir, Lidie, Nakur. Selanjutnya pada tahun 1524 wilayah Pasai sudah menjadi bagian dari kedaulatan Kesultanan Aceh diikuti dengan Aru.

Pada tahun 1528, Ali Mughayat Syah digantikan oleh putera sulungnya yang bernama Salahuddin, yang kemudian berkuasa hingga tahun 1537. Kemudian Salahuddin digantikan oleh Sultan Alauddin Riayat Syah al-Kahar yang berkuasa hingga tahun 1571.[2]

Masa Kejayaan

Lukisan Banda Aceh pada tahun 1665 dengan latar istana sultan.

Meskipun Sultan dianggap sebagai penguasa tertinggi, tetapi nyatanya selalu dikendalikan oleh orangkaya atau hulubalang. Hikayat Aceh[3] menuturkan Sultan yang diturunkan paksa diantaranya Sultan Sri Alam digulingkan pada 1579 karena perangainya yang sudah melampaui batas dalam membagi-bagikan harta kerajaan pada pengikutnya.

Penggantinya Sultan Zainal Abidin terbunuh beberapa bulan kemudian karena kekejamannya dan karena kecanduannya berburu dan adu binatang. Raja-raja dan orangkaya menawarkan mahkota kepada Alaiddin Riayat Syah Sayyid al-Mukamil dari Dinasti Darul Kamal pada 1589. Ia segera mengakhiri periode ketidak-stabilan dengan menumpas orangkaya yang berlawanan dengannya sambil memperkuat posisinya sebagai penguasa tunggal Kesultanan Aceh yang dampaknya dirasakan pada sultan berikutnya.[4]

Tentara Aceh (kiri) bertempur melawan orang Portugis.

Kesultanan Aceh mengalami masa ekspansi dan pengaruh terluas pada masa kepemimpinan Sultan Iskandar Muda (16071636) atau Sultan Meukuta Alam. Pada masa kepemimpinannya, Aceh menaklukkan Pahang yang merupakan sumber timah utama. Pada tahun 1629, kesultanan Aceh melakukan penyerangan terhadap Portugis di Melaka dengan armada yang terdiri dari 500 buah kapal perang dan 60.000 tentara laut. Serangan ini dalam upaya memperluas dominasi Aceh atas Selat Malaka dan semenanjung Melayu. Sayangnya ekspedisi ini gagal, meskipun pada tahun yang sama Aceh menduduki Kedah dan banyak membawa penduduknya ke Aceh.[5]

Pada masa Sultan Alaidin Righayat Syah Sayed Al-Mukammil (kakek Sultan Iskandar Muda) didatangkan perutusan diplomatik ke Belanda pada tahun 1602 dengan pimpinan Tuanku Abdul Hamid. Sultan juga banyak mengirim surat ke berbagai pemimpin dunia seperti ke Sultan Turki Selim II, Pangeran Maurit van Nassau, dan Ratu Elizabeth I. Semua ini dilakukan untuk memperkuat posisi kekuasaan Aceh.

Masa Kemunduran

Kemunduran Kesultanan Aceh disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya ialah makin menguatnya kekuasaan Belanda di pulau Sumatra dan Selat Malaka, ditandai dengan jatuhnya wilayah Minangkabau, Siak, Tiku, Tapanuli, Mandailing, Deli, Barus (1840) serta Bengkulu kedalam pangkuan penjajahan Belanda. Faktor penting lainnya ialah adanya perebutan kekuasaan di antara pewaris tahta kesultanan.

Diplomat Aceh di Penang. Duduk: Teuku Kadi Malikul Adil (kiri) dan Teuku Imeum Lueng Bata (kanan). Sekitar tahun 1870-an

Hal ini bisa ditelusuri lebih awal setelah kemangkatan Sultan Iskandar Tsani hingga serangkaian peristiwa nantinya, di mana para bangsawan ingin mengurangi kontrol ketat kekuasaan Sultan dengan mengangkat janda

Iskandar Tsani menjadi Sultanah. Beberapa sumber menyebutkan bahwa ketakutan akan kembalinya Raja tiran (Sultan Iskandar Muda) yang melatar-belakangi pengangkatan ratu.

Sejak itu masa damai terasa di Aceh, para Ulèëbalang bebas berdagang dengan pedagang asing tanpa harus melalui pelabuhan sultan di ibu kota. Lada menjadi tanaman utama yang dibudidayakan seantero pesisir Aceh sehingga menjadi pemasok utama lada dunia hingga akhir abad 19. Namun beberapa elemen masyarakat terutama dari kaum wujudiyah menginginkan penguasa nanti adalah seorang laki-laki bergelar Sultan. Mereka mengklaim bahwa pewaris sah masih hidup dan tinggal bersama mereka di pedalaman. Perang saudara pecah, masjid raya, Dalam terbakar, kota Bandar Aceh dalam kegaduhan dan ketidak-tentraman. Menindaklanjuti pertikaian ini, Kadhi Malikul Adil (semacam mufti agung) Tgk. Syech Abdurrauf As-Sinkily melakukan berbagai reformasi terutama perihal pembagian kekuasaan dengan terbentuknya tiga sagoe. Hal ini mengakibatkan kekuasaan sultanah/sultan sangat lemah dengan hanya berkuasa penuh pada daerah Bibeueh (kekuasaan langsung) semata.

Perang saudara dalam hal perebutan kekuasaan turut berperan besar dalam melemahnya Kesultanan Aceh. Pada masa Sultan Alauddin Jauhar Alamsyah (17951824), seorang keturunan Sultan yang terbuang Sayyid Hussain mengklaim mahkota kesultanan dengan mengangkat anaknya menjadi Sultan Saif Al-Alam. Perang saudara kembali pecah namun berkat bantuan Raffles dan Koh Lay Huan, seorang pedagang dari Penang kedudukan Jauhar (yang mampu berbahasa Prancis, Inggris dan Spanyol) dikembalikan. Tak habis sampai di situ, perang saudara kembali terjadi dalam perebutan kekuasaan antara Tuanku Sulaiman dengan Tuanku Ibrahim yang kelak bergelar Sultan Mansur Syah (1857–1870).

Sultan Mansyur Syah berusaha semampunya untuk memperkuat kembali kesultanan yang sudah rapuh. Dia berhasil menundukkan para raja lada untuk menyetor upeti ke sultan, hal yang sebelumnya tak mampu dilakukan sultan terdahulu. Untuk memperkuat pertahanan wilayah timur, sultan mengirimkan armada pada tahun 1854 dipimpin oleh Laksamana Tuanku Usen dengan kekuatan 200 perahu. Ekspedisi ini untuk meyakinkan kekuasaan Aceh terhadap Deli, Langkat dan Serdang. Namun naas, tahun 1865 Aceh angkat kaki dari daerah itu dengan ditaklukkannya benteng Pulau Kampai.[6]

Sultan juga berusaha membentuk persekutuan dengan pihak luar sebagai usaha untuk membendung agresi Belanda. Dikirimkannya utusan kembali ke Istanbul sebagai pemertegas status Aceh sebagai vassal Turki Utsmaniyah serta mengirimkan sejumlah dana bantuan untuk Perang Krimea. Sebagai balasan, Sultan Abdul Majid I mengirimkan beberapa alat tempur untuk Aceh. Tak hanya dengan Turki, sultan juga berusaha membentuk aliansi dengan Prancis dengan mengirim surat kepada Raja Prancis Louis Philippe I dan Presiden Republik Prancis ke II (1849). Namun permohonan ini tidak ditanggapi dengan serius.[4]

Kemunduran terus berlangsung dengan naiknya Sultan Mahmudsyah yang muda nan lemah ke tapuk kekuasaan. Serangkaian upaya diplomasi ke Istanbul yang dipimpin oleh Teuku Paya Bakong dan Habib Abdurrahman Az-zahier untuk melawan ekspansi Belanda gagal. Setelah kembali ke ibu kota, Habib bersaing dengan seorang India Teuku Panglima Maharaja Tibang Muhammad untuk menancapkan pengaruh dalam pemerintahan Aceh. Kaum moderat cenderung mendukung Habib namun sultan justru melindungi Panglima Tibang yang dicurigai bersekongkol dengan Belanda ketika berunding di Riau.[6]

Pada akhir November 1871, lahirlah apa yang disebut dengan Traktat Sumatra, di mana disebutkan dengan jelas "Inggris wajib berlepas diri dari segala unjuk perasaan terhadap perluasan kekuasaan Belanda di bagian manapun di Sumatra. Pembatasan-pembatasan Traktat London 1824 mengenai Aceh dibatalkan." Sejak itu, usaha-usaha untuk menyerbu Aceh makin santer disuarakan, baik dari negeri Belanda maupun Batavia. Para Ulee Balang Aceh dan utusan khusus Sultan ditugaskan untuk mencari bantuan ke sekutu lama Turki. Namun kondisi saat itu tidak memungkinkan karena Turki saat itu baru saja berperang dengan Rusia di Krimea. Usaha bantuan juga ditujukan ke Italia, Prancis hingga Amerika namun nihil. Dewan Delapan yang dibentuk di Penang untuk meraih simpati Inggris juga tidak bisa berbuat apa-apa. Dengan alasan ini, Belanda memantapkan diri menyerang ibu kota. Maret 1873, pasukan Belanda mendarat di Pantai Cermin Meuraksa menandai awal invasi Belanda Aceh.

Perang Aceh

Perang Aceh dimulai sejak Belanda menyatakan perang terhadap Aceh pada 26 Maret 1873 setelah melakukan beberapa ancaman diplomatik, tetapi tidak berhasil merebut wilayah yang besar. Perang kembali berkobar pada tahun 1883, tetapi lagi-lagi gagal, dan pada 1892 dan 1893, pihak Belanda menganggap bahwa mereka telah gagal merebut Aceh.

Pada tahun 1896 Dr. Christiaan Snouck Hurgronje, seorang ahli Islam dari Universitas Leiden yang telah berhasil mendapatkan kepercayaan dari banyak pemimpin Aceh, memberikan saran kepada Belanda agar merangkul para Ulèëbalang, dan melumatkan habis-habisan kaum ulama. Saran ini baru terlaksanan pada masa Gubernur Jenderal Joannes Benedictus van Heutsz. Pasukan Marsose dibentuk dan G.C.E. Van Daalen diutus mengejar habis-habisan pejuang Aceh hingga pedalaman.

Pada 1879 dan 1898, Sultan Aceh kala itu, Muhammad Daud Syah II, meminta Rusia untuk memberikan status protektorat kepada Kesultanan Aceh dan membantunya melawan Belanda. Namun, permintaan sultan ditolak Rusia.[7]

Pada Januari tahun 1903 Sultan Muhammad Daud Syah akhirnya menyerahkan diri kepada Belanda setelah dua istrinya, anak serta ibundanya terlebih dahulu ditangkap oleh Belanda. Panglima Polem Muhammad Daud, Tuanku Raja Keumala, dan Tuanku Mahmud menyusul pada tahun yang sama pada bulan September. Perjuangan di lanjutkan oleh ulama keturunan Tgk. Chik di Tiro dan berakhir ketika Tgk. Mahyidin di Tiro atau lebih dikenal Teungku Mayed tewas 1910 di Gunung Halimun.[8]

Restorasi

Dengan dibuangnya Sultan Muhammad Daudsyah ke Ambon (kemudian ke Batavia) pada tahun 1907 maka menandakan berakhirnya Kesultanan Aceh, yang telah dibina berabad-abad lamanya. Di akhir tahun 1930-an, berkembang gagasan untuk menghidupkan monarki dengan memulangkan Tuanku Muhammad Daudsyah ke Kutaraja. Belanda tidak menentang secara terbuka gagasan restorasi monarki namun menolak Tuanku Muhammad Daudsyah untuk duduk di singgasana kembali. Sikap Belanda yang demikian membuat pendukung gagasan tersebut mengusulkan Tuanku Mahmud (mantan anggota volksraad dan pegawai pribumi aceh tertinggi di administrasi Belanda di Aceh) sebagai calon Sultan.

Usulan ini ditentang keras oleh kelompok Uleebalang yang menikmati otonomi besar pada masa pendudukan Belanda. Mereka khawatir bahwa dengan naiknya sultan maka pengaruh posisi mereka berkurang bahkan hak turun temurun sebagai kepala daerah bisa ditanggalkan. Salah satu tokoh penentang keras dari kaum Uleebalang adalah Teuku Muhammad Hasan Geulumpang Payong (Hasan dik). Penentang di kalangan ulama adalah Teungku Muhammad Daud Beureueh. Beliau bukan tidak ingin kembalinya kesultanan, melainkan tidak menyukai orang yang akan menduduki tahta batee tabal, yaitu Tuanku Ibrahim dan Tuanku Mahmud. Tuanku Ibrahim dianggap memiliki akhlak yang kurang baik sedangkan Tuanku Mahmud meski cakap tapi terlalu dekat dengan Belanda.

Kelompok ulama muda terutama yang tergabung dalam PUSA sangat mendukung ide ini. Hal ini dilatar-belakangi banyak di antara mereka yang mengalami kepahitan hidup di bawah kekuasaan para Uleebalang yang hanya tunduk kepada kekuasaan Belanda dan banyak dari uleebalang tersebut bersikap otoriter. Mereka tidak mempunyai tempat untuk mengadukan nasib, karena Belanda senantiasa berpihak kepada Uleebalang. Situasi demikian tidak terjadi jika ada pemerintahan Sultan, setidaknya Sultan berada di bawah bayang-bayang ulama.

Namun demikian ide ini kemudian luntur seiring berkuasanya Jepang di Aceh.[9]

Pemerintahan

Sultan Aceh

Sultan Muhammad Daud Syah Johan Berdaulat, Sultan Aceh terakhir yang bertahta pada tahun 1874-1903

Sultan Aceh atau Sultanah Aceh adalah penguasa / raja dari Kesultanan Aceh. Sultan awalnya berkedudukan di Gampông Pande, Bandar Aceh Darussalam kemudian pindah ke Dalam Darud Dunia di daerah sekitar pendopo Gubernur Aceh sekarang. Dari awal hingga tahun 1873 ibu kota berada tetap di Bandar Aceh Darussalam, yang selanjutnya akibat Perang dengan Belanda pindah ke Keumala, sebuah daerah di pedalaman Pidie.

Sultan/Sultanah diangkat maupun diturunkan atas persetujuan oleh tiga Panglima Sagoe dan Teuku Kadi Malikul Adil (Mufti Agung kerajaan). Sultan baru sah jika telah membayar "Jiname Aceh" (maskawin Aceh), yaitu emas murni 32 kati, uang tunai seribu enam ratus ringgit, beberapa puluh ekor kerbau dan beberapa gunca padi. Daerah yang langsung berada dalam kekuasaan Sultan (Daerah Bibeueh) sejak Sultanah Zakiatuddin Inayat Syah adalah daerah Dalam Darud Dunia, Masjid Raya, Meuraxa, Lueng Bata, Pagarayée, Lamsayun, Peulanggahan, Gampông Jawa dan Gampông Pande.[10]

Lambang kekuasaan tertinggi yang dipegang Sultan dilambangkan dengan dua cara yaitu keris dan cap. Tanpa keris tidak ada pegawai yang dapat mengaku bertugas melaksanakan perintah Sultan. Tanpa cap tidak ada peraturan yang mempunyai kekuatan hukum.[11]

Perangkat Pemerintahan

Kesultanan Aceh pada masa kejayaannya di bawah pemerintahan Sultan Iskandar Muda

Perangkat pemerintahan Sultan kadang mengalami perbedaan tiap masanya. Berikut adalah badan pemerintahan masa Sultanah di Aceh:

  • Balai Rong Sari, yaitu lembaga yang dipimpin oleh Sultan sendiri, yang aggotanya terdiri dari Hulubalang Empat dan Ulama Tujuh. Lembaga ini bertugas membuat rencana dan penelitian.
  • Balai Majlis Mahkamah Rakyat, yaitu lembaga yang dipimpin oleh Kadli Malikul Adil, yang beranggotakan tujuh puluh tiga orang; kira-kira semacam Dewan Perwakilan Rakyat sekarang.
  • Balai Gading, yaitu Lembaga yang dipimpin Wazir Mu'adhdham Orang Kaya Laksamana Seri Perdana Menteri; kira-kira Dewan Menteri atau Kabinet kalau sekarang, termasuk sembilan anggota Majlis Mahkamah Rakyat yang diangkat.
  • Balai Furdhah, yaitu lembaga yang mengurus hal ihwal ekonomi, yang dipimpin oleh seorang wazir yang bergelar Menteri Seri Paduka; kira-kira Departemen Perdagangan.
  • Balai Laksamana, yaitu lembaga yang mengurus hal ihwal angkatan perang, yang dipimpin oleh seorang wazir yang bergelar Laksamana Amirul Harb; kira-kira Departemen Pertahanan.
  • Balai Majlis Mahkamah, yaitu lembaga yang mengurus hal ihwal kehakiman/pengadilan, yang dipimpin oleh seorang wazir yang bergelar Seri Raja Panglima Wazir Mizan; kira-kira Departemen Kehakiman.
  • Balai Baitul Mal, yaitu lembaga yang mengurus hal ihwal keuangan dan perbendaharaan negara, yang dipimpin oleh seorang wazir yang bergelar Orang Kaya Seri Maharaja Bendahara Raja Wazir Dirham; kira-kira Departemen Keuangan.

Selain itu terdapat berbagai pejabat tinggi Kesultanan di antaranya

  • Syahbandar, mengurus masalah perdagangan di pelabuhan
  • Teuku Kadhi Malikul Adil, semacam hakim tinggi.
  • Wazir Seri Maharaja Mangkubumi, yaitu pejabat yang mengurus segala Hulubalang; kira-kira Menteri Dalam Negeri.
  • Wazir Seri Maharaja Gurah, yaitu pejabat yang mengurus urusan hasil-hasil dan pengembangan hutan; kira-kira Menteri Kehutanan.
  • Teuku Keurukon Katibul Muluk, yaitu pejabat yang mengurus urusan sekretariat negara termasuk penulis resmi surat kesultanan, dengan gelar lengkapnya Wazir Rama Setia Kerukoen Katibul Muluk; kira-kira Sekretaris Negara.[12]

Ulèëbalang & Pembagian Wilayah

Keramik dari Fujian pada masa Dinasti Ming, Cina yang dihadiahkan untuk Kesultanan Aceh pada abad ke-17 M

Pada waktu Kerajaan Aceh sudah ada beberapa kerajaan seperti Peureulak, Pasée, Pidie, Teunom, Daya, dan lain-lain yang sudah berdiri. Disamping kerajaan ini terdapat daerah bebas lain yang diperintah oleh raja-raja kecil. Pada masa Sultan Iskandar Muda semua daerah tersebut diintegrasikan dengan Kesultanan Aceh dan diberi nama Nanggroe, disamakan dengan tiga daerah inti Kesultanan yang disebut Aceh Besar. Setiap daerah dipimpin oleh Ulèëbalang. Pada masa Sultanah Zakiatuddin Inayat Syah (1088–1098 H = 1678–1688 M) dengan Kadi Malikul Adil (Mufti Agung) Tgk. Syaikh Abdurrauf As-Sinkily dilakukan reformasi pembagian wilayah. Kerajaan Aceh dibagi tiga federasi dan daerah otonom. Bentuk federasi dinamakan Sagoe dan kepalanya disebut Panglima Sagoe. Berikut pembagian tiga segi (Lhée Sagoe):

  • Sagoe XXII Mukim, yang Kepala Sagoenya bergelar Sri Muda Perkasa Panglima Polem Wazirul Azmi. Kecuali menjadi kepala wilayahnya, juga diangkat menjadi Wazirud Daulah (Menteri Negara).
  • Sagoe XXV Mukim, yang Kepala Sagoenya bergelar Sri Setia Ulama Kadli Malikul 'Alam. Kecuali menjadi Kepala Wilayahnya, juga diangkat menjadi Ketua Majelis Ulama Kerajaan.
  • Sagoe XXVI Mukim, yang Kepala Sagoenya bergelar Sri Imeum Muda Panglima Wazirul Uzza. Kecuali menjadi Kepala Wilayahnya, juga diangkat menjadi Wazirul Harb (Menteri Urusan Peperangan).

Dalam setiap Sagoe terdapat Gampong. Setiap gampong memiliki sebuah Meunasah. Kemudian gampong itu membentuk Mukim yang terdapat satu Masjid untuk melakukan shalat jumat sesuai mazhab Syafi'ie.[13] Kecuali dari 3 wilayah Sagoe ini, semua daerah memiliki hak otonom yang luas.[14]

Ulèëbalang yang diberi hak mengurus daerah otonom non Lhée Sagoe, secara teori adalah pejabat sultan yang diberikan Sarakata pengangkatan dengan Cap Sikureueng. Namun fakta di lapangan mereka adalah merdeka. Memang Sultan Aceh tidak dapat mengontrol semua Ulèëbalang yang telah menjadi pejabat di pedalaman. Dengan lemahnya pengontrolan ini sehingga mereka lambat laun tidak mau tunduk lagi dan mengindahkan kekuasaan Sultan. Mereka mulai berdagang dengan pedagang asing di pelabuhan mereka sendiri. Saudagar-saudagar yang terlibat dalam perdagangan luar negeri ini tidak mau menyetorkannya kepada petugas Sultan, tetapi menyetorkannya kepada Ulèëbalang langsung.[15]

Ditegaskan juga dalam sarakata bahwa Ulèëbalang terikat dalam sumpah yang isinya sebagai berikut:

Demi Allah, kami sekalian hulubalang khadam Negeri Aceh, dan sekalian kami yang ada jabatan masing-masing kadar mertabat, besar kecil, timur barat, tunong baroh, sekalian kami ini semuanya, kami thaat setia kepada Allah dan Rasul, dan kami semua ini thaat setia kepada Agama Islam, mengikuti Syariat Nabi Muhammad Saw, dan kami semua ini taat setia kepada raja kami dengan mengikuti perintahnya atas yang hak, dan kami semuanya cinta pada Negeri Aceh, mempertahankan daripada serangan musuh, kecuali ada masyakkah, dan kami semua ini cinta kasih pada sekalian rakyat dengan memegang amanah harta orang yang telah dipercayakan oleh empunya milik. Maka jika semua kami yang telah bersumpah ini berkhianat dengan mengubah janji seperti yang telah kami ikral dalam sumpah kami semua ini, demi Allah kami semua dapat kutuk Allah dan Rasul, mulai dari kami semua sampai pada anak cucu kami dan cicit kami turun temurun, dapat cerai berai berkelahi, bantah dakwa-dakwi dan dicari oleh senjata mana-mana berupa apa-apa sekalipun. Wassalam.

— Sumpah Ulee Balang

Dokumen sumpah itu kemudian disimpan oleh Wazir Rama Setia selaku Sekretaris Kerajaan Aceh, Said Abdullah Di Meuleuk, yang kemudian disimpan secara turun temurun oleh keturunannya hingga saat ini, khusus bagi rakyat yang termasuk dalam daerah wewenangnya, dalam hal ini ia boleh mengangkat seorang Kadi/hakim untuk membantunya. Sebagai penutup ditegaskan, sekiranya Ulée Balang gagal dalam melaksanakan tugasnya menurut hukum-hukum Allah, ia akan kehilangan kepercayaan atasannya.[16] Di akhir sarakata itu dianjurkan Uleebalang itu menegakkan shalat lima waktu, melakukan sembahyang Jum'at, mengeluarkan zakat, mendirikan masjid dan tempat-tempat ibadah lainnya, mendirikan dayah, dan sekiranya kuasa melakukan ibadah haji.

Perekonomian

Salah satu kerajinan logam di Aceh

Aceh banyak memiliki komoditas yang diperdagangkan diantaranya:

  1. Minyak tanah dari Deli,
  2. Belerang dari Pulau Weh dan Gunung Seulawah,
  3. Kapur dari Singkil,
  4. Kapur Barus dan menyan dari Barus.
  5. Emas di pantai barat,
  6. Sutera di Banda Aceh.

Selain itu di ibu kota juga banyak terdapat pandai emas, tembaga, dan akik yang mengolah barang mentah menjadi barang jadi. Sedang Pidie merupakan lumbung beras bagi kesultanan.[17] Namun di antara semua yang menjadi komoditas unggulan untuk diekspor adalah lada.

Produksi terbesar terjadi pada tahun 1820. Menurut perkiraan Penang, nilai ekspor Aceh mencapai 1,9 juta dollar Spanyol. Dari jumlah ini $400.000 dibawa ke Penang, senilai $1 juta diangkut oleh pedagang Amerika dari wilayah lada di pantai barat. Sisanya diangkut kapal dagang India, Prancis, dan Arab. Pusat lada terletak di pantai Barat yaitu Rigas, Teunom, dan Meulaboh.[6]

Kebudayaan

Arsitektur

Gunongan
Kandang (komplek makam) Sultan Iskandar Tsani

Tidak terlalu banyak peninggalan bangunan zaman Kesultanan yang tersisa di Aceh. Istana Dalam Darud Donya telah terbakar pada masa perang Aceh - Belanda. Kini, bagian inti dari Istana Dalam Darud Donya yang merupakan tempat kediaman Sultan Aceh telah berubah menjadi Pendapa Gubernur Aceh dan "asrama keraton" TNI AD. Perlu dicatat bahwa pada masa Kesultanan bangunan batu dilarang karena ditakutkan akan menjadi benteng melawan Sultan. Selain itu, Masjid Raya Baiturrahman saat ini bukanlah arsitektur yang sebenarnya dikarenakan yang asli telah terbakar pada masa Perang Aceh - Belanda. Peninggalan arsitektur pada masa kesultanan yang masih bisa dilihat sampai saat ini antara lain Benteng Indra Patra, Masjid Tua Indrapuri, Komplek Kandang XII (Komplek Pemakaman Keluarga Kesultanan Aceh), Pinto Khop, Leusong dan Gunongan dipusat Kota Banda Aceh. Taman Ghairah yang disebut Ar Raniry dalam Bustanus Salatin sudah tidak berjejak lagi.[5]

Kesusasteraan

Sebagaimana daerah lain di Sumatra, beberapa cerita maupun legenda disusun dalam bentuk hikayat. Hikayat yang terkenal di antaranya adalah Hikayat Malem Dagang yang berceritakan tokoh heroik Malem Dagang berlatar penyerbuan Malaka oleh angkatan laut Aceh. Ada lagi yang lain yaitu Hikayat Malem Diwa, Hikayat Banta Beuransah, Gajah Tujoh Ulee, Cham Nadiman, Hikayat Pocut Muhammad, Hikayat Prang Gompeuni, Hikayat Habib Hadat, Kisah Abdullah Hadat dan Hikayat Prang Sabi.[15]

Salah satu karya kesusateraan yang paling terkenal adalah Bustanus Salatin (Taman Para Sultan) karya Syaikh Nuruddin Ar-Raniry disamping Tajus Salatin (1603), Sulalatus Salatin (1612), dan Hikayat Aceh (1606–1636). Selain Ar-Raniry terdapat pula penyair Aceh yang agung yaitu Hamzah Fansuri dengan karyanya antara lain Asrar al-Arifin (Rahasia Orang yang Bijaksana), Syarab al-Asyikin (Minuman Segala Orang yang Berahi), Zinat al-Muwahhidin (Perhiasan Sekalian Orang yang Mengesakan), Syair Si Burung Pingai, Syair Si Burung Pungguk, Syair Sidang Fakir, Syair Dagang dan Syair Perahu.

Karya Agama

Para ulama Aceh banyak terlibat dalam karya di bidang keagamaan yang dipakai luas di Asia Tenggara. Syaikh Abdurrauf menerbitkan terjemahan dari Tafsir Alqur'an Anwaarut Tanzil wa Asrarut Takwil, karangan Abdullah bin Umar bin Muhammad Syirazi Al Baidlawy ke dalam bahasa jawi.

Kemudian ada Syaikh Daud Rumy menerbitkan Risalah Masailal Muhtadin li Ikhwanil Muhtadi yang menjadi kitab pengantar di dayah sampai sekarang. Syaikh Nuruddin Ar-Raniry setidaknya menulis 27 kitab dalam bahasa melayu dan arab. Yang paling terkenal adalah Sirath al-Mustaqim, kitab fiqih pertama terlengkap dalam bahasa melayu.[12]

Militer

Tiga meriam yang dimiliki Kesultanan Aceh.

Pada masa Sultan Selim II dari Turki Utsmani, dikirimkan beberapa teknisi dan pembuat senjata ke Aceh.[18] Selanjutnya Aceh kemudian menyerap kemampuan ini dan mampu memproduksi meriam sendiri dari kuningan.[19]

Foto Bersejarah

Sultan Muhammad Daud Syah, sultan Aceh terakhir bersama pengawalnya.

Lihat pula

Referensi

  1. ^ "Sejarah Kerajaan Aceh di MelayuOnline.com". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-09-27. Diakses tanggal 2007-06-01. 
  2. ^ "Sumatra and the Malay peninsula, 16th century". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-09-05. Diakses tanggal 2011-07-01. 
  3. ^ Hidayati, Noor; Huriyah (November 2021). Ngalimun, ed. Manusia Indonesia, Alam & Sejarahnya. Yogyakarta: K-Media. hlm. 292–293. ISBN 978-623-316-624-9. 
  4. ^ a b Reid, Anthony (2011). Menuju Sejarah Sumatra, Antara Indonesia dan Dunia. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. hlm. 97–99. 
  5. ^ a b Lombard, Denys (2008). Kerajaan Aceh: Zaman Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. 
  6. ^ a b c Reid, Anthony (2005). Asal mula konflik Aceh: dari perebutan Pantai Timur Sumatra hingga akhir Kerajaan Aceh abad ke-19. Jakarta: Yayasan Obor. 
  7. ^ Egorov, Boris (Mei 04, 2017). "Dari Aceh hingga Alaska: Daerah-daerah yang Hampir Jadi Kekuasaan Rusia". Diakses tanggal 2018-04-09. 
  8. ^ Zentgraft, Door H.C. (1938). ATJEH. Batavia: Koninklijke Drukkerij de Unie. 
  9. ^ Sjamsuddin, Nazaruddin. (1999). Revolusi di serambi Mekah : perjuangan kemerdekaan dan pertarungan politik di Aceh, 1945-1949 (edisi ke-Cet. 1). Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. hlm. 33–35. ISBN 979-456-187-8. OCLC 43403789. 
  10. ^ 20 Tahun Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh, Medan: Percetakan Universitas Syiah Kuala. 1980. hlm. 376–377. 
  11. ^ Lombard, Denys (2008). Kerajaan Aceh: Zaman Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. hlm. 104. 
  12. ^ a b Hasjmi, Ali. 59 Tahun Aceh Merdeka di Bawah Pemerintahan Ratu. Jakarta: Bulan Bintang. hlm. 130 – 133. 
  13. ^ Lombard, Denys (2008). Kerajaan Aceh: Zaman Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. 
  14. ^ El Ibrahimy, M. Nur (1980). Kisah Kembalinya Tgk. Mohd Daud Beureueh ke Pangkuan Republik Indonesia. Jakarta: Penerbit M. Nur El Ibrahimy. hlm. 41–42. 
  15. ^ a b Hurgronje, Snouck (1906). The Acehnese, translated by A.W.O. Sullivian. Leiden: B.J. Brill. hlm. 434. 
  16. ^ El Ibrahimy, M. Nur (1980). Kisah Kembalinya Tgk. Mohd Daud Beureueh ke Pangkuan Republik Indonesia. Jakarta: Penerbit M. Nur El Ibrahimy. hlm. 51. 
  17. ^ Lombard, Denys (2008). Kerajaan Aceh: Zaman Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. hlm. 87. 
  18. ^ Hartono, Hartono (2023-01-02). "DIPLOMASI ACEH DAN TURKI UTSMANI: KERJA SAMA DAKWAH ISLAM DALAM BINGKAI PERDAGANGAN ABAD XVI-XIX MASEHI". Al-Tsaqafa : Jurnal Ilmiah Peradaban Islam. 19 (2): 159–166. doi:10.15575/al-tsaqafa.v19i2.19253. ISSN 2654-4598. 
  19. ^ Medieval Islamic Civilization: An Encyclopedia Josef W. Meri hal. 465 [1]

Pranala luar

Baca informasi lainnya:

Perangko AS yang memperingati perekam kaset video. Perekam kaset video adalah suatu jenis perekam pita video yang menggunakan kaset pita video yang berisikan pita magnetis untuk merekam audio dan video dari siaran televisi sehingga dapat dimainkan kembali kelak. Banyak alat perekam ini yang mempunyai tunernya sendiri (agar dapat langsung menerima siaran TV) dan timer yang dapat diprogram sehingga dapat merekam siaran tertentu pada suatu waktu tertentu tanpa harus ditunggui. Pranala luar Total Re…

Pulung SiswantaraLahirPulung Siswantara24 April 1982 (umur 41)Jombang, Jawa Timur, IndonesiaPekerjaanDosen, Pelawak tunggalTahun aktif2012—sekarang Pulung Siswantara S.KM, M.Kes (lahir 24 April 1982) adalah seorang dosen dan pelawak tunggal berkebangsaan Indonesia. Pulung tercatat sebagai dosen di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga.[1] Selain itu, Pulung adalah salah satu kontestan Stand Up Comedy Indonesia Kompas TV[2] musim ke-3 (SUCI 3) pada tahun …

Unjuk rasa Peru 2020Unjuk rasa di Huancayo pada 11 November 2020Tanggal9 November – 5 Desember 2020LokasiPeruSebab Pemakzulan Martín Vizcarra Asumsi komando Manuel Merino sebagai Presiden Republik Metode Unjuk rasa Mogok kerja Unjuk rasa Peru 2020 adalah serangkaian demonstrasi yang memicu setelah pemakzulan Presiden Peru Martín Vizcarra. Unjuk rasa tersebut dimulai pada 9 November 2020. Protes besar-besaran diadakan di beberapa kota di negara itu, untuk menunjukkan kemarahan mereka atas kek…

Test dari landak laut sirap (Colobocentrotus atratus) Beragam jenis test foraminifera. Cangkang dalam foraminifera Pada biologi, test (dari kata Latin testa, yang berarti mangkok bulat) merupakan cangkang keras dari beberapa hewan laut bulat dan protista, seperti pada landak laut dan mikroorganisme seperti foraminifera, radiolaria dan amoeba testat.[1] Istilah ini juga digunakan untuk penutup dari serangga sisik. Istilah berdekatan Latin, testa, merujuk kepada lapisan keras dari benih tu…

This article needs additional citations for verification. Please help improve this article by adding citations to reliable sources. Unsourced material may be challenged and removed.Find sources: Daihatsu Mira e:S – news · newspapers · books · scholar · JSTOR (June 2019) (Learn how and when to remove this template message) Motor vehicle Daihatsu Mira e:SDaihatsu Mira e:S Lf 4WD (LA310S)OverviewManufacturerDaihatsuAlso calledToyota Pixis EpochSubaru Pl…

Polish TV channel This article needs additional citations for verification. Please help improve this article by adding citations to reliable sources. Unsourced material may be challenged and removed.Find sources: FX Polish TV channel – news · newspapers · books · scholar · JSTOR (February 2012) (Learn how and when to remove this template message) Television channel FX (Poland)CountryPolandBroadcast areaPolandProgrammingPicture format1080i 16:9Ownersh…

Questa voce sull'argomento geologi britannici è solo un abbozzo. Contribuisci a migliorarla secondo le convenzioni di Wikipedia. Adam Sedgwick Adam Sedgwick (Dent, 22 marzo 1785 – Cambridge, 27 gennaio 1873) è stato un geologo inglese. Dopo gli studi effettuati al Trinity College si laureò in matematica a Cambridge nel 1808. Successivamente, nel 1817, venne consacrato pastore e divenne canonico della cattedrale di Norwich. Fu professore di geologia a Cambridge a partire dal 1818 e in b…

Keuskupan Agung DenverArchidioecesis DenveriensisKatolik LokasiNegara Amerika SerikatWilayahColorado UtaraProvinsi gerejawiProvinsi DenverPopulasi- Katolik550,000 (17.1%)InformasiDenominasiKatolikRitusRitus LatinPendirian16 Agustus 1887KatedralCathedral Basilica of the Immaculate ConceptionPelindungDikandung Tanpa NodaSanto Fransiskus dari AssisiKepemimpinan kiniPausFransiskusUskup AgungSamuel Joseph AquilaAuksilierJorge Rodríguez-NoveloVikaris jenderalRandy DollinsPetaSitus…

Ylipormestari (Mayor Tinggi)Teuvo AuraTeuvo Aura Perdana Menteri FinlandiaMasa jabatan14 Juni 1970 – 15 Agustus 1970WakilPäiviö Hetemäki PendahuluMauno KoivistoPenggantiAhti KarjalainenMasa jabatan29 Oktober 1971 – 23 Februari 1972WakilPäiviö Hetemäki PendahuluAhti KarjalainenPenggantiRafael Paasio Informasi pribadiLahir28 Desember 1912RuskealaMeninggal11 Januari 1999(1999-01-11) (umur 86)Partai politikPartai Rakyat LiberalSunting kotak info • L • B…

Virginia KirtleyVirginia KirtleyLahir(1888-11-11)11 November 1888Bowling Green, Missouri, Amerika SerikatMeninggal19 Agustus 1956(1956-08-19) (umur 67)Sherman Oaks, California, Amerika SerikatPekerjaanPemeran, penulis naskahTahun aktif1913-1928 Virginia Kirtley (11 November 1888 – 19 Agustus 1956) adalah seorang pemeran film dan penulis Amerika Serikat pada era film bisu. Ia tampil dalam 55 film pada 1910an dan 1920an.[1] Filmografi pilihan Sebagai pemeran: Mabe…

Luca CarboniLuca Carboni in concerto a Firenze nel 2014 Nazionalità Italia GenerePop[1]Pop rock[1]Musica d'autore[2] Periodo di attività musicale1976 – in attività Strumentovoce, chitarra, pianoforte EtichettaRCA ItalianaSony Music Album pubblicati18 Studio12 Live1 Raccolte5 Sito ufficiale Modifica dati su Wikidata · Manuale Luca Carboni (Bologna, 12 ottobre 1962) è un cantautore e musicista italiano. Distintosi fin dagli esordi per il …

Berikut adalah daftar kota di Rumania menurut populasi (sensus 2002). Kota dengan penduduk lebih dari 100.000 Peringkat Kota Provinsi Jumlah penduduk Metro. Bukares Iaşi Cluj-Napoca Timişoara Constanţa 1 Bukares B 1.944.367 2.200.000 2 Timişoara TM 311.586 387.900 3 Iaşi IS 308.843 397.800 4 Cluj-Napoca CJ 306.474 360.000 5 Constanţa CT 302.171 550.000 6 Craiova DJ 298.928 370.000 7 Galaţi GL 291.354 600.000 8 Braşov BV 278.048 398.100 9 Ploieşti PH 229.285 300.000 10 Brăila BR 212.501…

Wakil Wali Kota PalopoPetahanaLowongsejak 26 September 2023Pemerintah Kota PalopoKediamanRumah Jabatan Wakil Wali Kota Palopo, Sulawesi SelatanMasa jabatan5 tahun dan dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatanDibentuk6 Juli 2003; 20 tahun lalu (2003-07-06)Pejabat pertamaSarumanSitus webSitus web resmi Wakil Wali Kota Palopo adalah posisi kedua yang memerintah Kota Palopo di bawah Wali Kota Palopo. Posisi ini pertama kali dibentuk pada tahun 2003. Daftar No. Wakil Wali Kota Potr…

Makan malam bersama dapat dibayar sendiri-sendiri atau ditraktir. Bayar sendiri-sendiri (kadang disingkat BSS; bahasa Inggris: going dutch)[1] adalah istilah yang digunakan untuk menandakan bahwa masing-masing orang yang terlibat dalam sebuah kegiatan berbayar (seperti makan malam, nongkrong, ngopi cantik, dsb.) bertanggung jawab untuk membayar pengeluarannya sendiri. Hal ini merupakan kebalikan dari sebuah kegiatan berbayar yang dibiayai seluruhnya oleh satu orang saja, yang juga dikena…

Eragrostis spectabilis TaksonomiDivisiTracheophytaSubdivisiSpermatophytesKladAngiospermaeKladmonocotsKladcommelinidsOrdoPoalesFamiliPoaceaeSubfamiliChloridoideaeTribusEragrostideaeGenusEragrostisSpesiesEragrostis spectabilis Steud., 1840 Tata namaBasionimPoa spectabilis (en) Sinonim takson[1]lbs Eragrostis spectabilis adalah sebuah spesies tumbuhan berbunga dalam keluarga Poaceae, yang berasal dari selatan Kanada sampai timur laut Meksiko. Tumbuhan tersebut pertama kali dideskripsikan ol…

This list of Russian weaponry makers includes the famous weaponry inventors and engineers of the Tsardom of Russia, Russian Empire, the Soviet Union and the Russian Federation. This is a dynamic list and may never be able to satisfy particular standards for completeness. You can help by adding missing items with reliable sources. Alphabetical list Contents:  Top 0–9 A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z A Nikolay Afanasiev, developer of TKB-011 2M bullpup assault rifle C…

Le pubblicazioni scientifiche vengono pubblicate nelle riviste scientifiche, nei testi o trattati scientifici e nelle monografie scientifiche di settore: ogni edizione di tali pubblicazioni contiene un certo numero di articoli scientifici e di riferimenti bibliografici ad altri articoli scientifici. Nell'editoria accademica una pubblicazione scientifica o articolo scientifico (in inglese scientific paper[1]) è uno scritto redatto in modo oggettivo, ovvero evidenziando in maniera tr…

Ivan ObradovićИван Обрадовић Informasi pribadiNama lengkap Ivan ObradovićTanggal lahir 25 Juli 1988 (umur 35)Tempat lahir Obrenovac, YugoslaviaTinggi 1,81 m (5 ft 11 in)Posisi bermain Bek kiriInformasi klubKlub saat ini MechelenNomor 37Karier junior1997–2006 PartizanKarier senior*Tahun Tim Tampil (Gol)2006–2007 Teleoptik 20 (0)2007–2009 Partizan 55 (1)2009–2013 Zaragoza 47 (0)2014– Mechelen 40 (2)Tim nasional‡2007–2009 Serbia U-21 4 (0)2008– Ser…

Sainte-EulalieSainte-Eulalie Lokasi di Region Nouvelle-Aquitaine Sainte-Eulalie Koordinat: 44°54′32″N 0°28′19″W / 44.9089°N 0.4719°W / 44.9089; -0.4719NegaraPrancisRegionNouvelle-AquitaineDepartemenGirondeArondisemenBordeauxKantonCarbon-BlancAntarkomuneSecteur de Saint-LoubèsPemerintahan • Wali kota (2008–2014) Hubert LaporteLuas • Land19,06 km2 (350 sq mi) • Populasi24.735 • Kepadatan Populasi2…

George H. W. BushRitratto ufficiale, 1989 41º Presidente degli Stati Uniti d'AmericaDurata mandato20 gennaio 1989 –20 gennaio 1993 Vice presidenteDanforth Quayle PredecessoreRonald Reagan SuccessoreBill Clinton 43º Vicepresidente degli Stati Uniti d'AmericaDurata mandato20 gennaio 1981 –20 gennaio 1989 PresidenteRonald Reagan PredecessoreWalter Mondale SuccessoreDanforth Quayle 11º Direttore della CIADurata mandato30 gennaio 1976 –20 gennai…

Kembali kehalaman sebelumnya