Ordo mendikan

Ordo mendikan (bahasa Inggris: mendicant order) terutama merujuk pada ordo monastik atau tarekat religius Kristen yang bergantung penuh pada bantuan/sumbangan/pemberian dari pihak lain dalam menjalankan kelangsungan kehidupan mereka. Ordo mendikan Kristen pada prinsipnya menyangkal kepemilikan materi. Baik kepemilikan pribadi maupun kelompok. Mereka mengikuti teladan kehidupan Yesus dan menghabiskan waktu serta tenaga untuk pekerjaan yang bersifat keagamaan. Ordo mendikan memiliki ciri khas; kemiskinan, yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari mereka, berdoa bersama dalam komunitas, dan bekerja untuk kepentingan bersama jemaat gereja, yang menjadi jalan hidup mereka.

Ordo mendikan Kristen

Latar belakang

Gerakan mendikan dalam sejarah gereja dimulai pada abad ke-13 di Eropa Barat. Pada saat itu para rahib bekerja sesuai dengan keterampilan dalam biara. Dasar kepemilikan mereka adalah segala sesuatu adalah milik bersama, yang didasarkan dari Kisah Para Rasul bab 2 dan bab 4.[1] Dengan bangkitnya gerakan kebiaraan di Eropa, biara-biara tidak hanya menarik pemuda dan pemudi yang memang terinspirasi untuk menjadi rahib dan rubiah. Tapi juga menarik bagi hal-hal duniawi dan kekayaan. Hal ini tentu bertentangan dengan ajaran; Yesus datang ke dunia bagi orang miskin dan papa, dan Gereja sejati adalah gereja bagi orang miskin.

Semangat keinginan untuk menjadi Kristen sejati sangat kontras dengan keadaan gereja pada saat itu.[2] Pada abad ke-12 terjadi perubahan besar di Eropa Barat. Dengan berkembang dan menguatnya perdagangan muncullah kelas sosial baru yang disebut kelas menengah. Dengan demikian diperlukan bimbingan spiritual baru, yang mengikuti perubahan sosial masyarakat. Reformasi gereja menjadi tema utama dalam kebangkitan kultural pada masa itu. Menjawab krisis inilah, muncul ordo mendikan yang didirikan oleh Fransiskus dari Asisi (1181-1226) dan Dominikus Guzman (1170-1226).[3]

Para biarawan ordo mendikan ini terikat oleh kaul, yaitu kaul kemiskinan dan terikat pada jalan hidup yang menolak kepemilikan materi dan berkeliling ke seluruh dunia untuk berkhotbah. Mereka hidup dari belas kasihan orang lain yang mendengarkan pewartaan mereka. Pola hidup ini menjadikan mereka memperoleh sebutan "Mendikan" yang merupakan turunan dari bahasa Latin "mendicare" yang artinya "memohon" atau "meminta-minta".[4]

Fransiskan

Fransiskus datang dalam menjawab krisis ini, melalui pengalaman pribadinya. Fransiskan menyebarluaskan pengabdian kepada kemanusiaan Kristus, dengan harapan bisa meniru Kristus.[2] Gerakan Fransiskan melampaui gerakan-gerakan yang lain. Gerakan ini diminati bukan karena kesucian Fransiskus yang terlihat, tetapi juga karena tindak-tanduk para pengikutnya. Banyak di antara mereka adalah para imam dan para pemuda yang mempunyai peran penting dalam perubahan dan relevansi gerakan ini pada masa itu.[1] Antonius dari Padua adalah pengikut Fransiskan yang terkenal dan inspirator penting dalam pembentukan tradisi mendikan Kristen.

Dominikan

Ketika berkunjung ke Prancis Selatan, Dominikus bertemu dengan bidaah Albigensians. Bidaah ini berkembang dengan subur di Prancis Selatan karena kesulitan ekonomi pada masa itu. Dominikus merespon kebutuhan menddesak akan pengkotbah yang pandai dengan mendirikan Ordo Pengkotbah / Ordo Praedicatoriu (Latin). Dominikus memulai sebuah kehidupan membiara yang baru. Sebelumnya kehidupan keagamaan terbatas dalam kehidupan dalam biara yang terisolasi dari dunia luar, tetapi Dominikus membawa biara yang tersembunyi dari dunia luar itu ke kota-kota. Saat kematiannya pada tahun 1221, ordo ini sudah tersebar luas ke Eropa Barat, ratusan pemuda bergabung, dan ordo ini juga hadir di universitas ternama pada masa itu.[5]

Karakteristik

Dominikan dan Fransiskan hadir mempraktikkan strategi pastoral yang sesuai dengan perubahan sosial pada masa itu. Dengan adanya urbanisasi, masalah yang timbul adalah adanya kelompok gelandangan dan orang sakit. Hal ini menimbulkan masalah pada gereja paroki, dan gereja kesulitan menyelesaikan masalah ini.[6] Karena urbanisasi ini juga Fransiskan dan Dominikan mendirikan biara mereka di area urban tersebut.

Tidak seperti ordo para rahib yang mempunyai kaul stabilitas, yaitu kaul setia pada satu tempat dan tidak berpindah-pindah, ordo mendikan diperbolehkan untuk berpindah-pindah tempat, dan ini merupakan penemuan dari ordo mendikan tersebut. Tujuan utama dari inovasi ini adalah untuk menyebarkan ekaristi kepada umat, dan gereja memberi izin dari para uskup, dan mereka mengembara untuk menyebarkan dan menguatkan iman, dan memberikan mobilitas bagi Fransiskan dan Dominikan. Mereka tidak terikat dengan biara dan wilayah paroki, mereka bebas mewartakan Injil di jalan-jalan, berkotbah, menerima pengakuan dosa, dan memberikan pelayanan bagi mereka yang membutuhkan di manapun mereka berada.[6] Para saudara dina (Fransiskan) dan para pengkotbah berkelana sebagai misionaris dari satu tempat ke tempat yang lain.

Dengan demikian mereka mengorganisasikan ordo mereka berbeda dengan ordo para rahib. Selain otonomi tradisional biara yang mereka miliki, mereka juga memberikan tanggung jawab yang besar kepada ordo dan Superior General dan kepada struktur dari profinsial-profinsial. Fleksibilitasnya memberikan mereka kemampuan untuk mengirim biarawan-biarawan yang cocok dan sesuai dalam misi khusus, dan ordo mendikan ini tersebar sampai Afrika Utara, Timur Tengah, dan Eropa Utara.[2]

Para murid dan profesor dari ordo mendikan ini menduduki kursi-kursi ilmu teologi pada universitas-universitas yang terkenal pada saat itu, seperti Santo Thomas Aquinas dan Santo Bonaventura. Mereka mendirikan pusat-pusat studi, menulis teks-teks yang sangat bernilai, dan merupakan tokoh-tokoh utama dalam pendidikan teologi terbaik pada masanya dan berperan penting dalam perkembangan daya nalar. Pada kota kota besar di Eropa Barat, anggota-anggota Fransiskan dan Dominikan menduduki kursi-kursi teologi penting pada universitas-universitas dan mendirikan dan biara-biara yang mereka. Kemudian pada abad ke-13 ordo-ordo mendikan lain kemudian bergabung bersama mereka, seperti Karmelit, Pertapa Agustinian, dan Servit. Mereka menarik para sponsor terkemuka, yaitu dari para bangsawan yang berasal dari kota itu. Ordo mendikan tersebut fokus bekerja di kota-kota, di mana populasinya tumbuh dengan sangat cepat, melebihi jumlah umat paroki di pedesaan. Kebanyakan kota-kota abad pertengahan, baik besar atau kecil di Eropa Barat, memiliki satu atau lebih rumah yang digunakan oleh para biarawan ordo-ordo mendikan ini. Beberapa gereja juga mempunyai suatu lapangan besar yang ditujukan untuk biarawan-biarawan ordo mendikan untuk berkotbah.

Pada abad pertengahan, yang termasuk ordo-ordo mendikan gereja adalah:

  • Fransiskan, meliputi Ordo Friars Minor, Ordo Friars Minor Conventualis, yang disebut Friars (artinya saudara) Abu-abu, dan Ordo Friars Minor Capuchin. Sebagai Catatan Ordo Friars Minor Conventualis dan Capuchin bukan ordo mendikan murni karena didirikan pada saat reformasi Ordo Friars Minor
  • Dominikan, disebut Friars Hitam karena jubahnya, disebut juga ordo para pengkotbah didirikan pada tahun 1215
  • Karmelit, disebut Saudara-saudara dari Santa Perawan Maria Terberkati dari Gunung Karmel, dikenal sebagai Friars Putih, didirikan pada tahun 1206-1214.[7]
  • Servit, disebut Ordo Pelayan-pelayan Maria, didirikan pada tahun 1233 oleh 7 Orang Kudus dari Firenze, Italia.[8]
  • Agustinian, atau Pertapa dari Santo Agustinus, disebut saudara-saudara Austin, didirikan tahun 1244-1256

Konsili Lyon II pada tahun 1274 mengenali ordo di atas sebagai 5 Besar Ordo Mendikan, dan membatasi ordo-ordo mendikan yang lain, hingga Konsili Trento menghilangkan pembatasan-pembatasan tersebut. Kemudian, sesudah itu, ordo-ordo, kecuali Fransiskan dan Fransiskan Kapusin, anggota-anggota ordonya diijinkan untuk memiliki kepemilikan kolektif seperti para rahib. Di antaranya ordo-ordo berikut:

  • Trinitarian, yang dikenal dengan saudara saudara merah, Ordo dari Trinitas Yang Mahasuci, dirikan tahun 1193
  • Mercedarian, dikenal dengan Ordo dari Santa Perawan Maria Terberkati yang berbelas kasih, didirikan tahun 1218
  • Minims, dikenal dengan Pertapa dari Santo Fransiskus dari Paola, didirikan tahun 1436
  • Karmelit Tak Berkasut, didirikan tahun 1593

Tantangan gerakan mendikan Kristen

Kemunculan gerakan membiara yang baru bukan tanpa pertentangan. Tantangan utama muncul dari universitas, uskup, dan para imam. Gereja pertama di bawah Fransiskan juga dibawah pengawasan dari Ordo Benediktin. Anggota dari ordo-ordo mendikan ini pada awalnya merupakan orang-orang berpendidikan yang bisa disejajarkan para doktor dari universitas-universitas terkemuka di zamannya. Ordo Dominikan menekankan para anggotanya dari orang-orang yang berpendidikan tinggi dalam peraturannya, dan untuk gerakan mendikannya mungkin meneladani Fransiskus Asisi. Anggota ordo Fransiskan mempersyaratkan pendidikan tinggi bagi para pengkotbahnya. Di pihak lain, Gereja juga menghargai hasil kerja mereka, dengan pemberian izin dari uskup, memberikan keleluasaan untuk berkotbah, mendengarkan pengakuan dosa, hak untuk dikuburkan di dalam gereja mereka. Motif terjadinya pertentangan ini adalah karena masalah ekonomi, para imam paroki biasanya pada masa itu mendapatkan pendapatan yang banyak dari persembahan jemaat gereja, tetapi pendapatan ini bisa berkurang karena kepopuleran ordo-ordo mendikan ini dan Gereja melindungi kepentingan imam-imam paroki ini. Tantangan yang terbesar datang dari Universitas Paris pada khususnya, dan Prancis pada umumnya. Di Inggris penolakan sedikit lebih keras, terutama dari Universitas Oxford. Antara tahun 1231-1232 Paus Gregorius IX, melindungi ordo mendikan ini dari serangan-serangan yang ingin menjadikannya subjek dari hukum gereja, yang menghendaki mereka berstatus seperti awam/umat gereja.

Keributan besar terjadi di Paris saat Ordo Dominikan mendirikan sekolah mereka, dan mendirikan dua sekolah teologi (tahun 1229-1230) yang diikuti kemudian oleh para Fransiskan (1231). Pihak universitas mencoba membatasi mereka dengan hanya memberikan satu kursi profesor saja pada Dominikan (1252). Pihak universitas juga mencari sekutu yaitu para imam dan uskup yang kemudian masuk dalam konfik ini. Pada tahun itu muncul peraturan dari Paus Inosentius IV yang mencabut hak prerogratif untuk berkotbah, pengakuan dosa, dan untuk dikubur di biaranya. Alasan pengeluaran peraturan ini tidak sepenuhnya dipahami. Penerus Paus Innosensius IV, yaitu Paus Alexander IV mengubah peraturan yang dikeluarkan paus sebelumnya, dan memberikan perlakuan baru dan melarang tuntutan pada kaum mendikan. Paus kembali memberi izin kepada ordo mendikan untuk kembali ke masyarakat, mengurus sekolah-sekolahnya, dan mengembalikan kedudukan Dominikan di universitas. Akan tetapi pemimpin Ordo Dominikan, yang bergelar Master General, merasa terancam, dan berusaha berhati-hati untuk tidak memprovokasi para imam keuskupan / imam non biarawan.

Ordo Mendikan Non Kristen

Istilah mendikan tidak hanya terbatas pada biarawan Kristen saja tetapi juga pada biarawan non Kristen atau non Katolik, seperti rahib Buddha dan Hindu. Kitab Pali Buddha Theravada menunjuk kata Bhikku untuk para mendikan, dan pada Kitab Mahayana, dipergunakan kata sanskerta Bhiksu yang artinya setara dengan Bhikku. Pada sufisme Islam disebut Darwis.

Referensi

Pranala luar