Puasa dan pantang
Gereja Katolik Roma menganjurkan umatnya untuk melakukan puasa dan pantang pada waktu-waktu tertentu. Untuk umat Katolik, puasa berarti mengurangi asupan makanan, sedangkan pantang berarti menahan diri agar tidak mengonsumsi atau menggunakan sesuatu yang baik untuk diri sendiri dan tidak menimbulkan dosa, misalnya mengonsumsi daging. Gereja Katolik mengajarkan bahwa puasa dan pantang merupakan salah satu tanda pertobatan atas dosa serta peneladanan atas puasa Yesus dan pengenangan akan penderitaan Yesus, dan oleh karena itu harus juga diikuti dengan doa, amal, dan perbuatan baik.[1] PengertianPuasaPuasa menurut Gereja Katolik bukan menghentikan asupan makan sama sekali, tetapi berarti mengurangi jumlah asupan makanan yang dikonsumsi oleh seseorang pada hari tertentu. Lebih lanjut, puasa Katolik di berbagai negara, termasuk di Indonesia, bermakna bahwa seseorang hanya boleh makan kenyang sebanyak sekali dalam sehari penuh, tetapi diperbolehkan untuk makan dalam porsi kecil pada waktu-waktu lainnya. Bagi mereka yang terbiasa makan tiga kali sehari, makan kenyang dapat dilakukan pada waktu sarapan, makan siang, atau makan malam, meskipun makan kenyang tersebut lebih direkomendasikan pada waktu makan siang.[2] Di berbagai negara dan di Indonesia, puasa wajib untuk dilakukan pada hari Rabu Abu dan Jumat Agung, serta wajib untuk dilaksanakan oleh orang-orang yang telah menginjak usia dewasa, yaitu orang yang genap berusia 18 tahun menurut Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), hingga mereka yang memasuki usia 60 tahun. Masing-masing pribadi boleh menambahkan sendiri hari-hari untuk berpuasa atau melakukan puasa di luar usia wajib.[2] PantangIstilah pantang dalam Gereja Katolik berbeda dengan puasa. Pantang berarti berhenti dan menahan diri untuk tidak mengonsumsi makanan dan minuman atau menggunakan sesuatu yang baik untuk diri sendiri dan bukan yang menimbulkan dosa, yang dijalankan pada hari-hari tertentu. Di berbagai negara termasuk di Indonesia, umat Katolik utamanya berpantang untuk memakan daging merah pada hari-hari pantang, tetapi dapat juga diganti atau ditambah dengan ikan, garam, gula, rokok, hiburan-hiburan, dan lain-lain.[2] Berdasarkan Konstitusi Apostolik Paenitemini dan Kitab Hukum Kanonik (KHK), pantang dilaksanakan tiap hari Jumat sepanjang tahun, kecuali hari-hari yang merupakan hari raya selain Jumat Agung, serta Rabu Abu. Namun, sebagian besar konferensi waligereja di dunia mewajibkan pantang untuk dilaksanakan pada hari Rabu Abu, hari Jumat dalam Masa Prapaskah, dan Jumat Agung. Pantang wajib untuk dilaksanakan oleh orang-orang yang telah menginjak usia 14 tahun. Masing-masing pribadi boleh menambahkan sendiri hari-hari untuk berpantang atau melakukan pantang di luar usia wajib, sepanjang makanan atau kegiatan yang dipantang tidak menimbulkan dosa jika tidak dilaksanakan.[2] AturanAturan kanonik kontemporer mengenai puasa dan pantang bagi umat Katolik dalam Gereja Latin Sui iuris (yang terdiri dari sebagian besar umat Katolik dunia) berpuncak pada Konstitusi Apostolik Paenitemini yang dikeluarkan oleh Paus Paulus VI padatahun 1966, yang dikodifikasikan dalam Kitab Hukum Kanonik 1983 seperti berikut.[3]
Aturan tambahan KWIBerdasarkan KHK 1983, maka Konferensi Waligereja Indonesia mengeluarkan aturan tambahan khusus bagi umat Katolik Indonesia.[4]
Referensi
Informasi yang berkaitan dengan Puasa dan pantang |